KEDUDUKAN LAKI-LAKI SETELAH BERCERAI DALAM PERKAWINAN NYENTANA DI DESA ADAT SENAPAHAN KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN

I GUSTI AGUNG MADE WAHYU ADNYANA, - (2023) KEDUDUKAN LAKI-LAKI SETELAH BERCERAI DALAM PERKAWINAN NYENTANA DI DESA ADAT SENAPAHAN KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN. Other thesis, Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.

[thumbnail of Skripsi] Text (Skripsi)
1813071010_I GUSTI AGUNG MADE WAHYU ADNYANA.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (7MB)

Abstract

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perceraian dalam
perkawinan Nyentana dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, dan Awig-Awig Desa Adat Senapahan. Perkawinan adalah ikatan
sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan
kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang
meresmikan hubungan suami istri.
Adapun yang melatarbelakangi penulis tertarik membuat penelitian ini
didasarkan pada perceraian dalam perkawinan Nyentana yang terjadi di Desa Adat
Senapahan, konsep dalam penelitian ini adalah kedudukan laki-laki dalam
perkawinan, bercerai dari perkawinan, perkawinan Nyentana dan desa adat.
Landasan teorinya adalah teori kausalitas dan teori evektivitas hukum. Metode
penelitian meliputi lokasi penelitian, jenis penelitian, sifat penelitian, bentuk data
dan sumber data, teknik pengumpulan data meliputi (observasi, wawancara,
dokumentasi, studi kepustakaan), teknik penetuna sampel penelitian, instrumen
penelitian, teknik pengolahan data dan analisis data.
Hasil penelitian yang penulis lakukan merujuk kepada laki-laki yang
melakukan perceraian dalam perkawinan Nyentana, mengakibatkan harus pulang
ke rumah truna yang berlokasi di Banjar Kelod Desa Adat Senapahan, kedudukan
laki-laki yang bercerai dari perkawinan Nyentana di rumah truna, hak Swadarma
dan Swadikara terhadap Desa Adat, diperbolehkan mengikuti ayahan banjar
sebagaimana mestinya untuk menggantikan orantuanya, untuk hak guna kaya atau
harta bersama dalam perkawinan tidak ada sedikitpun harta guna kaya yang di
bagi, dikarenakan dalam berlangsungnya perkawinan tidak pernah membeli
barang apapun. Untuk hak di rumah truna atau di rumah bajang untuk sementara
hanya mendapatkan hak untuk tinggal atau hak untuk menepati rumah, jikalau
suatu saat nanti menikah dan melakukan perkawinan biasa barulah di kasi
sebidang tanah oleh orangtuannya dan sudah disepakati oleh semua anggota
keluarganya.
Kesimpulan dari penelitian yang penulis lakukan, untuk Awig-Awig Desa
Adat Senapahan sebaiknya diperbaharui lagi mengenai peraturan yang lebih
terperinci, sehingga dapat lebih jelas bagaimana peraturan dalam awig-awig,
khususnya tentang perceraian, jikalau suatu saat ada percerain di Desa Adat
Senapahan, dan di perbaharui bagaimana jadinya kedudukan yang bercerai dalam
Desa Adat Senapahan, pasangan suami istri yang melaksanakan perkawinan
Nyentana sebaiknya benar-benar harus mempersiapkan mental,fisik,ekonomi dan
spritual, sehingga sesui dengan tujuan perkawinan pada Undang-Undang No. 1
tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu, membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan ke Tuhan Yang Maha Esa, sehingga perkawinan ini betul-betul
dipahami, dan apabila sudah dipahami setidaknya bisa menghindari perceraian
tersebut.
Kata Kunci : Kedudukan, Perceraian, Perkawinan Nyentana.

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Dharma Duta > S1 - Hukum Hindu
Depositing User: Unnamed user with username isma
Date Deposited: 21 Oct 2025 02:00
Last Modified: 21 Oct 2025 02:00
URI: http://repository.uhnsugriwa.ac.id/id/eprint/735

Actions (login required)

View Item
View Item